This foto belong to AFSP Central Florida

Rabu, 10 Februari 2010

Gelas-gelas Kaca Nina

Jam menunjukkan pkl.05.00, Nina sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk suami dan ke-tiga putra putrinya. Suara alat-alat memasak yang beradu dan desis bawang merah yang masuk ke dalam minyak panas terdengar meriah dari arah kamar Dandy suaminya. Dandy berjalan menuju kamar anak-anak,dilihatnya si sulung Alya sedang bersiap membereskan buku-bukunya ke dalam tas sekolahnya, Azka putra keduanya masih terhuyung-huyung baru saja membuka mata dari tidur nyenyaknya, segera Dandy menangkapnya dari arah belakang putra laki-laki satu-satunya itu dan membawanya ke arah kamar mandi,membantunya melepas pakaiannya dan menyiapkan air hangat didalam ember.Sebelum menuju ruang makan Dandy menyempatkan mengecup anak perempuan bungsunya yang masih berumur 3 tahun, Aisha yang masih bergelung di boxnya.

Nina mengatur makanan hangat di atas meja makan, diperhatikannya tata letak piring dan gelas diatasnya agar nampak cantik dan memudahkan anak-anak dan suaminya untuk bersantap disana.Dilapnya sedikit nasi yang tercecer disamping gelas,selesai sudah semuanya sudah rapi ;
"Alyaaa......Azkaaa....sarapan dulu naak.." Nina memanggil kedua anaknya sambil berjalan menuju kamar tidurnya hendak memeriksa Aishaa yang tetap terlelap diselimuti boneka-bonekanya.

Demikian rutinitas keseharian keluarga itu selama 10 tahun, Dandy seorang pegawai BUMN, mengantar kedua anaknya yang masih di tingkat sekolah dasar setiap pagi sebelum berangkat kerja kecuali hari minggu dengan motor vespa tuanya yang setia menemaninya dari sejak masa kuliah dulu. Nina seorang ibu rumah tangga biasa yang sibuk dengan pekerjaan rumah dan sekitarnya,ditambah dengan kehadiran si Bungsu menambah aktivitasnya semakin berwarna.Tidak ada kejenuhan dalam keluarga ini karena Dandy dan Nina selalu berusaha agar hari-hari mereka senantiasa istimewa bagi ketiga mutiara hati mereka. Kemesraan dan keceriaan tak lelah-lelah mereka hadirkan di dalam rumah sederhana itu,remangnya lampu di rumah mereka karena tak mampu membayar daya listrik yang lebih besar tak mampu menutupi terangnya perasaan penghuninya yang selalu terdengar gembira, suara celoteh anak-anak dan tawa mereka setiap hari terdengar dari jendela rumah tetangga.


Hingga di suatu sore...Nina baru saja selesai memandikan Aisha dan memakaikannya baju,saat terdengar telephone berdering dari sudut ruang,diangkatnya dan disapanya: "Assalamu'alaykum...". Dari seberang sana terdengar suara gemerisik dan sayup-sayup suara orang menjawab salamnya,namun Nina merasa asing dengan suara orang itu:" Maaf, apakah saya bicara dengan Istri Pak Dandy Nugraha?". Nina menjawab dengan hati masih dipenuhi rasa heran:" Ya betul,saya istri pak Dandy, maaf saya bicara dengan siapa ya?".Suara dari seberang kembali menjawab:"Saya Iwan teman di kantor pak Dandy bu, maaf ibu tenang ya,tadi suami ibu jatuh di kantor,mungkin pusing bu,sudah dibawa teman-teman ke rumahsakit di Jl.Ahmad Yani


Nina melangkah tergesa-gesa di loby rumahsakit,mencari dimana lokasi UGD tempat suaminya dirawat,sepuluh menit kemudian barulah Nina menemukan ruangan yang dicari, nampak Dandy terbaring diatas ranjang terkulai lemas tak bergerak,hanya matanya nampak berkaca-kaca menatap ke arahnya. Nina memburu suaminya,hatinya berdebar,entah apa yang telah terjadi,selama ini didalam keluarga,Dandy orang yang paling jarang sakit. Nina tak ingin membuat suasana semakin menakutkan,bagi dirinya apalagi suaminya, rona di mata Dandy menunjukkan kekhawatiran yang dalam,maka Nina berbicara perlahan kepadanya seraya tangannya membelai tangan suaminya yang terasa tak bertenaga:"Mas tenang ya,aku nggak akan kemana-mana,anak-anak sudah kutitipkan sama Bu Mira, ini aku bawakan kaset Murottal,nanti aku nyalakan ya". Nina berusaha bersikap tenang, walau hatinya sangat galau.Dandy menunjuk dengan tangan kanannya lemah ke arah tangannya yg lain dan kedua kakinya berusaha berkata-kata namun nampak kesulitan,:"Nin, aku tak bisa...."Dandy mengucapkan tiga kata itu dengan susah payah, bibirnya nampak tak simetris lagi.Berdegup dada Nina,apakah Dandy terkena stroke...


Semalaman itu Nina menunggui suaminya sedang fikirannyapun bercabang kepada anak-anak yang ditinggal di rumah mereka terutama kepada si kecil Aishah yang masih harus ditemani jika pergi tidur,tentulah Aishah rewel malam ini,pikirnya.Namun fikiran itu tertunda lagi, ia sibuk menelpon kesana-kemari meminta bantuan orang yang bisa menolongnya.Sang adik yang tinggal di Bekasi menyanggupi untuk datang malam itu juga untuk menunggui dan mengurus anak-anaknya selama Dandy di Rumah Sakit. Setelah mendapat ruangan untuk perawatan inap bagi suaminya Nina menenangkan hatinya dengan dzikir, diambilnya air wudhlu dan mendirikan shalat di samping ranjang suaminya, diperiksanya sekali-sekali rekaman murottal yang dinyalakannya pelan untuk didengar Dandy. Dugaan nina semakin kuat jika suaminya terkena stroke, di usianya yang sudah kepala empat bukan mustahil Dandy bisa terkena penyakit itu, walau Nina tak menduga akan separah itu.


Keesokan harinya setelah serangkaian pemeriksaan laboratorium dan CT Scan dilakukan,dokterpun memastikan penyakitnya.Walau dicobanya untuk tegar,tak urung Nina tersentak juga penyakit stroke yang menimpa suaminya tergolong serius,ada pembuluh darah yang telah pecah di bagian otak suaminya, dokter memberikan beberapa gambaran tentang penyakit itu kepadanya, agar Nina dan keluarga siap dengan segala kemungkinan,walau tetap saja Nina merasa dunianya kini terasa sesak.


Dua belas hari sudah Dandy dirawat di Rumah Sakit,namun tak ada tanda-tanda dia dapat menggerakkan walau jarinya sekalipun.Lumpuh tak berdaya,apapun dilakukan di atas tempat tidur dibantu Nina,hanya Nina.Nina tak memperkenankan orang lain membantu dan membersihkan suaminya kecuali untuk urusan pemeriksaan dan pengobatan. Nina saja yang menyeka badan suaminya setiap pagi dan sore,membersihkan kotorannya, memasangkan pakaian, menyuapinya makanan dan minuman, menata side table-nya serapih mungkin, memasangkan bunga di atasnya yang khusus ia pesan kepada teman yang menengok suaminya. Hingga keluarga tak mampu lagi menanggung biaya rumah sakit yang semakin membengkak,maka diambillah keputusan membawa Dandy pulang untuk dirawat di rumah.Hingga saat itu Nina amat bersyukur, biaya rumah sakit yang cukup besar itu ditanggung sebagian oleh perusahaan tempat Dandy bekerja, walau ia harus merelakan seluruh perhiasan emasnya terjual untuk menutup sisanya.Maka pulanglah kembali mereka ke rumah dimana sedang menunggu tiga buah hati yang mereka rindukan.


Jam dinding menunjukkan pukul 10.15 malam itu,namun Nina tak bisa tidur bahkan ia berusaha untuk menahan kantuknya, setelah membuatkan susu untuk Aishah dan membenahi selimut suaminya, Nina duduk di atas meja makan,di atasnya terdapat beberapa Vas bunga dan botol-botol cantik yang diselimuti mozaik keramik, benaknya menyimpan banyak rencana. Selama berumah tangga bersama Dandy, Nina memang memiliki kegemaran membuat barang-barang cantik dari barang-barang bekas. Botol-botol kaca bekas kecap, saus, toples bekas, gelas bekas dan sebagainya ia gunakan sebagai "kanvas" lalu melukisnya dengan berbagai macam warna dari cat minyak. Dulu, ia selalu bisa menyisihkan uang belanjanya untuk membeli cat-cat minyak itu untuk menyalurkan hoby melukisnya. Semakin lama, semakin banyak barang-barang bekas yang tak luput dari keterampilan tangannya, ia sulap menjadi barang-barang cantik di rumahnya untuk ia tata dan memajangnya di atas credenza atau lemari kacanya, sehingga siapapun yang datang ke rumahnya selalu mengagumi karya-karya cantiknya yang membuat rumah yang sederhana itu menjadi nampak artistik.

Kini ia kumpulkan barang-barang koleksinya itu di atas meja makan, yang setelah dihitung-hitung ternyata cukup banyak untuk bisa diikutkan dalam sebuah pameran yang akan digelar dua minggu ke depan. Tetangganya Ibu Anis telah berbaik hati menawarkan kesempatan kepadanya untuk memajang karya-karyanya dalam sebuah pameran di counternya di sebuah mall di Tangerang. Ibu Anis sendiri sering ikut pameran memajang tanaman-tanaman langka dan maha.Nina tak ingin membuang kesempatan,setelah beberapa kali pembicaraan dengan tetangganya itu, disepakati Nina akan membawa 50 buah koleksinya untuk dijual di pameran tersebut.Berdebar-debar hati Nina,dalam sujudnya ia mencurahkan seluruh harapannya:" Allahumma ya Allah....ini kesempatan pertamaku...Engkau Maha Mengetahui ikhtiarku ini,bukanlah sekedar pelampiasan kegemaranku lagi saat ini,Engkau sedang Mengasihi suami hamba,Setelah Engkau anugrahi kesehatan bertahun-tahun lamanya dia tak berdaya kini,kutitipkan jiwa dan raganya yang kepunyaanMU kepadaMU ya Allah wahai sebaik-baik yang dititipi, demikian pula anak-anak kami,anugrahmu yang lemah yang kepada hamba lah tumpuan harapan mereka kini.Maka hamba memohon kepadaMU wahai yang menggenggam semesta alam ini, kemurahanMU di dalam segala urusanku. Minggu depan hamba ikut pameran ya Allah, mudahkanlah bagiku rezeky kami sekeluarga,Allaahumma Aamiin. Nina mengusap wajahnya dan tetesan airmata di pipinya, kepalanya menoleh,matanya menatap wajah Suami dan anak-anaknya yang tertidur lelap, hatinya merintih mengharap kemurahan Tuhannya.


Masih ada waktu tiga hari menjelang digelarnya pameran di kotanya,namun hati Nina sudah merasa senang,diucapnya syukur berkali-kali,setiap dia menjemput anak-anaknya dari sekolah karena dagangan Es Lilinnya yang dititipkan setiap hari di kantin sekolah anaknya laris manis hari itu. Cuaca panas di Tangerang saat ini memang cocok untuk usaha dagangnya saat ini. O ya, Nina memang sudah merintis berjualan es lilinnya dua hari setelah Dandy dibawa pulang dari rumahsakit. Nina membuat es yang terbuat dari campuran susu dan coklat atau strawbery dibantu Alya anak sulungnya setelah jam pulang sekolah, dimasukkannya ke dalam kulkas dan dibawa keesokan paginya dengan termos es yang khusus ia beli untuk dibawa dan dititipkan di sekolah Alya sambil mengantar Alya dan Azka sekolah.Nina membawa termos es itu di motor vespa suaminya yang kini terpaksa diakrabinya.Walau susah payah mengendarai motor tua besar itu, Nina masih dapat bersyukur,Allah menghendaki mereka masih memiliki kendaraan untuk membantu mereka beraktivitas. Saat menerima uang setoran dari kantin sekolah anaknya,Nina bergumam:" Ya Allah,semoga ini salah satu pertanda baik dari MU". Nina pulang bersama kedua anaknya dengan hati riang di atas motor vespanya,walau hampir saja ia menyenggol abang tukang sayur di belokkan menuju rumahnya,setelah meminta maaf ia injak kembali pedal gas motornya dan tersenyum geli mendengar sayup-sayup umpatan si tukang sayur dari kejauhan.


Hari "besar" itu tiba,Nina mematut diri di depan cermin,lalu memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya. Digendongnya Aishah yang selalu membuntutinya, Nina mengambil bantal yang tersenggol tangan Dandy dan meletakannya di atas kasur dimana Dandy sudah nampak segar sehabis ia mandikan pagi ini."Mas sarapan dulu ya,aku ambilkan nasinya". Nina melirik ke arah jam dimeja,masih ada waktu pikirnya. Diletakkannya Aishah didekat Dandy membiarkannya bercengkrama dengan ayahnya yang sedang sakit itu. Nina mengambil sepiring nasi bersama dengan lauk yang telah ia masak sejak subuh tadi,diambilnya kursi dan meletakkannya di pinggir ranjang lalu menyuapi suaminya,Aishah tertawa-tawa di pangkuan lemah Dandy. Sambil menyuapkan makanan ke mulut suaminya Nina berkata :"Mas, jam 8 ini aku berangkat ya,pake mobil bu Anis,barang-barang sudah disimpan di ruang tamu.Bagaimana, ada lagi yang Mas perlukan? aku sudah titip pesan sama mbok Parni siapkan makan siangmu, nanti Aishah biar Alya yang asuh,dia kan libur. Sering-sering telpon aku ya Mas kalau Mas kangen..."Nina mengedipkan matanya sambil tersenyum kepada Dandy,membuat Dandy berbesar hati melepas istrinya pergi,walau terbersit kesedihan di hatinya melihat istri yang dikasihinya kini harus berjuang untuk keluarga mereka.
Terdengar kesibukan di ruang tamu,Ryan anak Ibu Anis mengangkat barang-barang yang telah dibungkus rapih Nina ke dalam mobil. Nina masuk kedalam kamar menemui suaminya:"Mas, aku pergi sekarang do'akan ya",Nina mengambil tangan Dandy ,diciumnya dalam-dalam ditempelkannya di dahinya sebagai penghormatannya yang tulus memohon keridhoan suaminya. Dandy mengangguk pelan,:"Hati-hati ya dik".


Hari terasa berjalan lambat, pameran yang ditunggu-tunggunya tak seperti yang ada dalam bayangannya. Banyak sekali stand dan counter-counter yang memajang produk-produknya, demikian pula pengunjung yang datang di dalamnya, akan tetapi orang-orang hanya memperhatikan sekilas gelas-gelas cantik miliknya. Mata mereka tidak bereaksi seperti reaksi tamu-tamu yang datang ke rumah Nina. Mereka hanya melihat-lihat sebentar lalu berlalu begitu saja. Sudah lima jam seperti itu, hanya satu dua orang yang mau berdiri agak lama dan menanyakan harganya kepada Nina, tapi sama dengan sebelumnya akhirnya mereka pergi, berganti melihat-lihat stand lain. Nina menghela nafas dalam-dalam:" ya Allah,sibukan hamba denganMU,semua ini atas kehendakMU,Hasbunallah ni'malmaula wa ni'mal wakiil" demikian berulang-ulang Nina membasahi hatinya dengan kalimat-kalimat dzikir membuatnya menjadi lebih tentram.


Hari-hari berlalu,Nina tak patah semangat,dalam waktunya yang padat mengurus suaminya yang sakit,anak-anaknya yang masih kecil serta usaha berjualan es dan Handycraftnya dia terus berusaha menebarkan kegembiraan kepada keluarganya.Sambil mengisi plastik dengan es buatannya Nina selalu menyajikan dongeng-dongeng khayalannya untuk putra-putrinya yang tiduran diatas tikar disampingnya. Atau mengajak bercanda Dandy saat ia menggantikan pakaian suaminya yang lumpuh itu. Nina tidak akan merasa sedih jika harus kehilangan waktunya untuk beristirahat agar Dandy bisa diajaknya berlatih duduk dan berdiri atau meremas-remas bola karet untuk melatih syaraf-syaraf motoriknya. Atau menerangkan kepada Azka dan Alya betapa fantastisnya pemandangan saat bunga Matahari di kebun Pak Matoala sedang mekar, atau saat melihat kumbang mengisap sari bunga dipinggir selokan, atau saat air meluap waktuhujan di depan rumah mereka.


Nina melonjak gembira,pagi itu ia mendapat telepon dari Bu anis tentang koleganya yang hendak memesan produk-produk buatannya yang ia lihat saat pameran tempo hari,tidak tanggung-tanggung ia memesan 50 buah toples cantik dengan warna bervariasi diserahkan kepada Nina modifikasinya sementara down paymentnya akan dikirim separuhnya ke rekeningnya dan siang ini juga pemesan akan datang ke rumahnya untuk bernegoisasi. Berbarengan dengan itu, salah seorang atasan suaminya yang menjenguk mereka kemarin juga berjanji akan mengirim tongkat khusus untuk penderita stroke sore ini. Nina meletakkan teleponnya, lalu menyungkur sujud,mencurahkan segala puja dan puji kepada Tuhannya,bersyukur atas kesempatan ini:" Ya Allah, Tuhan...Engkau dengar itu...mereka memesan barang-barangku ya Allah,terima kasih...terima kasih ya Allah". Nina menyeka air matanya dan segera bangkit, berlari kecil menuju kamar untuk mengabarkan berita gembira ini kepada suaminya.


Pesanan itu akan diambil dalam waktu satu minggu,tak membuang waktu,segera Nina menyiapkan bahan-bahan untuk produk pesanan pertamanya,seisi rumah merasakan semangatnya,oleh karenanya Dandy berusaha untuk tidak "terlalu mengganggu" istrinya, ia seolah memiliki extra spirit untuk dapat mandiri lebih cepat,diam-diam Dandy sering berlatih sendiri menggerakkan syaraf dan otot-ototnya baik di tangan,kaki atau pun wajahnya.Ia tahu, ini akan menjadi hari-hari yang melelahkan untuk Nina seiring dengan berdatangannya pesanan dagangannnya.


Sudah lima hari,Nina menekuni gelas-gelas kacanya,membuat pola, mengecatnya, membiarkannya kering lalu menambahkan beberapa ornamen cantik di atasnya,untuk menambah inspirasinya Nina rajin mengamati gelas-gelas kaca pabrikan dari beberapa toko saat menjemput Azka dari sekolahnya,lalu memindahkan visinya ditambah dengan banyak imajinasinya tentang paduan warna-warna indah di alam. Metamorfosa yang mengagumkan, toples biasa yang nampak "dingin" dalam sentuhan tangan Nina menjadi Maha Karya yang indah.

Masih 12 buah toples kaca yang belum Nina rampungkan dan Ninapun masih bersemangat saat dirasanya Alya agak berbeda pagi itu,Alya sedikit meringis memegang kepalanya :"Mama...kepala Alya sakit".Nina meraba dahi putri sulungnya itu,panas. Nina mengambil thermometer dikamarnya untuk mengukur suhu badan Alya,ternyata benar suhu badannya mencapai 38.5"C. Memang sudah dua hari ini badan Alya agak hangat,namun anak itu masih nampak ceria bermain dengan teman atau adik-adiknya.Hari ini tak bisa ditawar lagi,Nina menghentikan pekerjaannya,digendongnya putri shalehah kesayangannya yang sering membantunya membuat eslilin untuk dijual di sekolahnya itu:" Kemari shalehah,mama gendong..anak mama yang cantik ini sakit ya,Ya Allah..Alya sakit,Ya Allah..Alya suka bantu Mama,Alya anak yang baik..sayangi Alya ya Allah". Nina membisikkan do'a itu dekat di telinga Alya dalam gendongannya. Dibaringkannya Alya di atas kasur,Nina mencari obat penurun panas didalam kotak obatnya,diberikannya satu tablet untuk Alya.
Di atas ranjangnya Alya menatap wajah mamanya lama, Nina tersenyum kepada putrinya:"Apa yang terasa sekarang nak? sabar ya sayang..."Nina mengusap-usap kepala putrinya lembut. Alya tak menjawab pertanyaan ibunya,bahkan ia balik bertanya dengan suara kecilnya:"Mama, Mama bilang Allah itu baik,sayang sama kita, tapi kenapa Allah kasih Alya sakit? kenapa Papa juga dikasih sakit nggak bisa jalan lagi?".Nina tercenung menatap putrinya,pertanyaan kanak-kanak biasa,tetapi jika disampaikan dalam keadaan Alya terbaring sakit seperti ini dan suami yang tak segagah dahulu lagi,Nina perlu menata hatinya sejenak yang terasa disapu sutra berduri:"Sayang, Allah memang Sangat Baik, Allah kasih Papa sakit sebentar supaya Mama bisa ketemu Papa setiap hari,pagi,siang,malam. Supaya Mama bisa suapin Papa seperti Mama suapin Alya,de Azka sama de Aishah...kan Mama sayang kalian,sayang Papa juga. Kalau Papa sama Alya dikasi sakit,dosa-dosa Papa dan Alya nanti Allah hapus kalau Papa sama Alya nya sabar". Alya terus menatap Nina,sebelum akhirnya tertidur.Nina menempelkan kompresan air hangat di dahi Alya,dan sambil menahan serangan kantuknya ia kembali menekuni gelas kacanya.


Demikian,berbulan-bulan, bertahun-tahun kehidupan Nina penuh dengan romantika. Namun semua itu mampu dihadapi Nina dengan tabah Tak terasa pada tahun kedelapan bisnis Nina di bidang produksi barang-barang terbuat dari kaca semakin berkembang,kini ia telah memiliki galery sendiri yang ia bangun di garasinya.Rumah mereka yang terletak di lokasi yang tidak terlalu ramai tidak menghalangi berdatangannya pelanggan-pelanggannya. Demikian pula atas pendampingan Nina yang tulus atas keadaan suaminya,membuat Dandy semakin mandiri,walau kedua kakinya masih tak mampu berjalan,namun dengan kedua tangannya dia mampu kembali bekerja sebagai seorang programer untuk mengerjakan beberapa proyek-proyek.


Nina masih belum tidur malam itu,ketika Alya yang telah menjelma menjadi gadis dewasa menghampirinya dan membaringkan kepalanya di atas pangkuannya:" Mama, satu minggu lagi Alya menikah,Alya takut Ma...Alya takut nggak bisa seperti Mama".Alya berbicara pelan. Nina mengangkat wajah putrinya dan menatapnya lekat, walau besok lusa dia akan menikah menjadi "milik" suaminya, Alya tetaplah Alya "bayi cantik" yang dicintainya dan terasa berat menyadari bahwa tak akan lama lagi anak ini akan dibawa suaminya jauh dari pelukannya:"Anakku sayang....kita tak perlu takut tidak bisa menjadi sesuatu, lihat gelas-gelas kaca Mama...gelas-gelas itu benda yang sangat rapuh, tersenggol sedikit dia akan jatuh dan pecah. Tapi kamu ingat nak, dari gelas-gelas yang rapuh itulah Allah "mengangkat" nasib keluarga kita. Mama melukisnya menjadi benda yang indah agar orang-orang mau membelinya.Dari sana Mama bisa membeli obat untuk Papa,kursi rodanya, biaya sekolahmu dan adik-adikmu, biaya makan kita dan bahkan untuk pernikahanmu nanti Nak. Hanya dengan mau sedikit bersyukur, apapun pemberian Tuhan dalam segala bentuknya pasti bisa kau muliakan dan manfaatkan. Jaga hatimu tetap bening ya Nak,seperti gelas-gelas kaca Mama". Kedua hamba-hamba tuhan itu, ibu dan anak itu saling menatap, ada bulir-bulir mutiara di mata mereka, Bening sebening gelas-gelas kaca Nina



Bogor 12 Februari 2010-Winny

Tidak ada komentar: