This foto belong to AFSP Central Florida

Tampilkan postingan dengan label Fiksi Mini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi Mini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Mei 2010

Cincin itu....

Meinar menyimpan payungnya di dekat tangga, walau demikian pakaiannya tetap saja basah terkena air hujan. Ia berlari menyusuri lorong  kampusnya yang telah sepi, dicarinya sesorang yang telah menyimpan pesan pendek di hand phone-nya satu jam yang lalu. Isi pesan itu terbaca di layar ponselnya :

"Mei, aku tak kuat lagi, I'm sorry for I've done to you."

Meinar mencari-cari ke setiap sudut ruang kampusnya, beberapa ruang masih dipenuhi oleh mahasiswa lain  yang  mengikuti kuliah kelas karyawan. Sedang hari semakin gelap, lampu-lampu ruangan dan taman kampus sudah dinyalakan, tapi Mei tetap belum berhasil menemukan orang yang dicarinya.Entah mengapa ia sendiri tak mengerti mengapa ia mencari sang pengirim pesan ke kampusnya, bukan ke tempat kostnya atau tempat lainnya. Ia hanya menuruti intuisinya saja tak ada yang lain.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan dari ruang auditorium yang biasanya sudah terkunci jika malam hari. Meinar termagnet untuk segera mencari tahu apa yang terjadi disana. Dilihatnya orang-orang berkerumun mengelilingi sesuatu, Meinar mendekat dan ia terbelalak, terkejut tak terkatakan, dilihatnya Ratih tergeletak di lantai auditorium di dekat mimbar, matanya tertutup daannn.... tak ada detak jantungnya terdengar atau denyut nadi yang terasa. Meinar cemas, sangat cemas...dilihatnya jejak air mata di pipi sahabatnya itu masih menggenang dan sebuah inhaller tergeletak di samping tangan kanannya, obat yang selalu Ratih gunakan jika asmanya kambuh.


Meinar meneteskan air matanya, ia teringat betapa Ratih amat menyesal telah membuat suatu berita  besar tentang dirinya yang pernah dinodai ayah tirinya di masa yang lalu. Berita itu disebarkan Ratih karena cemburu kepadanya atas hubungannya dengan Bara. Berita yang telah mempermalukannya membuat hubungannya dengan Bara kini retak.


Namun Ratih telah menyesal, dan perbuatannya telah membuat dirinya depresi dan semakin sering kambuh penyakitnya. Entah apa yang dilakukan Ratih di ruang auditorium saat itu Meinar hanya terpaku, menatap cincin yang dikenakan Ratih terukir nama kekasihnya 'Bara'

Minggu, 23 Mei 2010

Fiksi mini di hari Minggu

Gadis itu menyembunyikan tetesan air di matanya dengan kibasan jemari di pipinya.
Mencoba tak mengajak air matanya untuk turut merasakan gundahnya.

Namun ia tak berhasil, air mata itu terus meluap mencari kepuasan di keelokan dagunya
Gadis itu bangkit menutup jendela yang dihempas angin timur
Lautan sedang bergelora kini, namun tak sehebat gejolak dihatinya.

Dari kejauhan nampak bayangan yang ia kenal
Bayangan itu seolah mengawasinya
Bahkan ia melambaikan tangan ke arahnya
Bayangan seseorang yang kemarin ia hadiri pemakamannya